Thursday, February 18, 2016

Kebijakan Ekonomi Strategi untuk Mencapai Sasaran Ekonomi Kerakyatan


Untk dapat mencapai sasaran ekonomi kerakyatan, maka perlu dilakukan kebijakan ekonomi strategi sebagai berikut: 
  1. Meningkatkan produktivitas Nasional melalui investasi yang menjamin produksi sector riil dan perluasan kesempatan kerja 
  2. Memperluas kesempatan kerja produktif. Investasi terarah pada sasaran padat karya produktif, terutama sector pertanian dan industry kecil yang menyerap tenaga kerja lebih besar 
  3. Menjaga dan mengendalikan perkembangan harga dan nilai tukar agar stabil, melalui kebijakan Fiskal (APBN) dan Moneter (Bank Sentrak, UU No. 23/1999, No 3/2004) 
  4. Menggalakkan komoditas ekspor nonmigas unggulan—yang memiliki unggulan daya saing—agar nilai ekspor lebih besar dari impor dan cadangan devisa bertambah, DSR (debt service ratio) dapat ditekan jauh dibawah 30% sehingga kemampuan membayar utang jatuh tempo bertambah besar 
  5. Menekan dan mengendalikan utang luar negeri agar tidak berlanjut dan menggalakkan tabungan dalam negeri untuk sumber pembiayaan pembangunan, sehingga tidak harus tergantung pada arus pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing (PMA) 
  6. Menjadikan sector perbankan sebagai lembaga intermediasi yang prudent, sehat dan menaati rambu-rambu perbankan dan API (Arsitektur Perbankan Indonesia) dan mampu menggerakkan modal masyarakat untuk pembangunan 
  7. Menjaga proses pembangunan yang berkelanjutan yang didukung oleh kebijakan ramah lingkungan.
 Referensi:
 Sagir, Soeharsono dkk. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana.
Share:
Read More

Monday, February 15, 2016

Fundamental Ekonomi Makro Kuat

Fundamental Makro Kuat dirumuskan sebagai:

“Terdapat laju pertumbuhan ekonomi tinggi, didukung oleh perluasan kesempatan kerja, Perkembangan harga dan nilai tukar terkendali-stabil, neraca pembayaran favorable, deficit APBN tidak terus berlanjut, Utang luar negeri terkendali dan terarah hanya untuk belanja pembangunan dan sector perbankan sehat dan prudent.”

Seba jika pertumbuhan ekonomi, tidak didukung oleh perluasaan kesempatan kerja alias bertambahnya pengangguran, maka tidak terjadi efek multiplier, proses peningkatan pendapatan masyarakat yang berlanjut. Dengan kata lain, setiap kenaikan pendapatan akan mendorong kenaikan konsumsi yang memicu kenaikan produksi, yang akan berdampak terjadinya peluang kesempatan kerja baru.

Peningkatan pendapatan masyarakat tidak berefek kepada kenaikan tenaga beli masyarakat jika dalam waktu yang sama terjadi kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) dan kemerosotan nilai tukar rupiah valas (depresiasi Rupiah); atau angka inflasi lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan, dan juga angka depresiasi rupiah.

Neraca pembayaran yang tidak favorable menunjukkan kondisi di mana kenaikan ekspor tidak signifikan dalam peningkatan produksi komoditas ekspor yang dapat mendorong perluasan kesempatan kerja dan peningkatan cadangan devisa hasil ekspor. Sedangkan, utang luar negeri yang tidak terarah dan terkendali—karena kenocoran dan penyimpangan pemanfaatan utang dalam anggaran—berdampak pada kondisi keuangan Negara yang tidak sehat dan terpuruk dalam situasi “gali lubang, tutup lubang” atau “debt trap”, terjadinya net negative utang luar negeri, dan nyaris “default” alias tidak mampu membayar kewajiban utang luar negeri jatuh tempo.

Sedangkan kondisi sector Moneter bank yang sehat dan prudent, diartikan tidak terjadi penyimpangan aliran kredit dampak moral hazard. Dan kredit macet, nonperformance jauh lebih tinggi dari 3%, LDR (Nilai Pinjaman Terhadap Simpanan) rendah, bank mengalami kelebihan likuiditas, rambu-rambu perbankan dilanggar, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dilanggar, alokasi kredit untuk unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak signifikan untuk menggalakkan sector riil, menyerap tenaga kerja yang lebih besar.

Referensi:
Sagir, Soeharsono dkk. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana.
Share:
Read More

Sistem Ekonomi Indonesia, Sistem Ekonomi Nasional, dan Sistem Ekonomi Kerakyatan


 Sistem ekonomi nasional Indonesia adalah system ekonomi kerakyatan, yaitu system ekonomi yang sasarannya memenuhi amanat penderitaan rakyat, yaitu agar rakyat bebas dari:

  1. Kemiskinan: system ekonomi yang bertujuan menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umum.
  2. Kebodohan—Keterbelakangan: system ekonomi yang mengarah pada sasaran mencerdaskankehidupan bangsa sebab hanya bangsa yang cerdas—berkualitas yang akan mampu hidup berkualitas dan sejahtera
  3. Penjajahan atau ketergantungan pada bangsa atau Negara lain, termasuk Lembaga Keuangan International (IMF, IBRD, IGGI-CGI, ADB)
  4. Rasa was-was atau khawatir menghadapi masa depan. Karena, tidak terjaminnya hak rakyat untuk memperoleh kesempatan kerja dan hidup layak
  5. Pengangguran—Tanpa pekerjaan atau bekerja tanpa imbalan yang cukup untuk hidup layak sebagai hak asasinya
  6. Rasa diperlakukan tidak adil (diskriminasi); terutama dalam memikul beban dan menikmati hasil pembangunan; makmur yang berkeadilan.
Selama tiga dasawarsa pembangunan, enam sasaran ekonomi kerakyatan tersebut di atas (1969-1998 [sampai lengsernya Soeharto]) tidak tercapai. Rakyat belum bebas dari kemiskinan, kebodohan, pengangguran dan ketergantungan pada luar negeri: yaitu: beban utang luar negeri yang mencekik leher (dept trap) hingga Negara nyaris default, tidak mampu memenuhi kewajiban membayar utang jatuh tempo. Rakyat was-was menghadapi masa depannya karena menganggur atau bekerja dengan upah/gaji yang tidak memadai (hidup layak), tidak mampu membayar pajak dan menabung. Ditambah lagi dengan terjadinya proses ekonomi biaya tinggi, KKN dan moral hazard (corrupt, collusion, conspiration, connection, crony, dan nepotism).

Referensi:
Sagir, Soeharsono dkk. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana.
 
Share:
Read More

Sunday, February 14, 2016

Strategi Pemulihan Pascakrisis Ekonomi

Dalam tinjauan sejarah perekonomian sejumlah Negara,krisis ekonomi lazim diawali dan bersumber dari krisis moneter. Sisi moneter berkedudukan penting pada perekonomian karena uang berperan aktif dalam menjaga kelancaran transaksi antarpihak, baik antarpelaku sector swasta, antarpemerintah, maupun privat-publik. Berhubung pemerintah harus mengurus persoalan Negara, maka ada tiga cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk menanggulangi krisis ekonomi secara pro-aktif, yaitu:
  1. Pro Poor Strategy: Perlindungan dan peningkatan produktivitas kelas masyarakat miskin dengan jalan memberikan pendidikan dan latihan keterampilan supaya masyarakat sebagai modal pembangunan jadi lebih beraneka ragam. Pembekalan keahlian praktis atau ilmu terapan diperlukan dalam rangka pemberdayaan kemandirian masyarakat miskin. Dengan kata lain, masyarakat miskin harus terentaskan hingga ketergantungannya terhadap pihak lain akan berkurang secara berangsur-angsur sesuai tahapan perencanaan pembangunan.
  2. Pro Job Strategy: Penciptaan lapangan pekerjaan agar kategori penduduk yang termasuk angkatan atau tenaga kerja dapat bertambah. Lalu, hal tersebut bisa jadi sebab atas peningkatan penghasilan masyarakat golongan tertentu sehingga kewajiban “Amanat Hidup Layak sesuai UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 “dapat ditunaikan dengan benar”
  3. Pro Growth Strategy: Pengurangan ketimpangan sosioekonomi dengan jalan pembenahan distribusi pendapatan nasional. Dalam contoh nyata, pemerintah harus berupaya agar 40% masyarakat miskin dapat menerima > 30% “Kue kesejahteraan nasional” untuk memperbaiki kondisi, 20% orang kaya serta 40% kelas menengah menerima > 70% GDP.
Referensi:

Sagir, Soeharsono dkk. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana.
 

Share:
Read More

Perbankan dan Pembangunan

Uang merupakan veriabel ekonomi yang paling umum. Bagi manusia penghasil komoditas, pengorbanan produktivitas kerja pantas terbalas dengan kenikmatan penghasilan. Dan, parameter pokok dari penghasilan ialah uang. Maka, uang berfungsi ibarat pelumas dalam penggerakan mesin perekonomian.
Sebagai lembaga inti yang mengurusi uang, kehadiran perbankan diperlukan dalam perekonomian demi menjaga keseimbangan antara likuiditas uang dengan perputaran komoditas. Hubungan antarpihak ekonomi pun diperantarai oleh bank selaku agen intermediasi pembangunan.

Dari sudut pandang hokum, BI (Bank Indonesia) merupakan insitusi tunggal pemegang kewenangan moneter. BI dibutuhkan terkait penentuan keberadaan dan sumbangsih perbankan pada struktur pembangunan secara kelembagaan. Fungsi inti bank sentral adalah untuk membina dan mengawasi bank.
Pada tataran operasional, bank umum diperintah BI supaya memerhatikan sejumlah rambu-rambu financial tertentu. Contoh rambu tersebut: 1) CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity); 2) LDR (Loan to Deposit Ratio) dan NPL (Non-Perfoming Loan); 3) L3; 4) Konsistensi perbankan sebagai lembaga perantara di tengah hubungan sector riil terhadap sector moneter; 5) Aktivitas penghimpunan DPK (Dana Pihak Ketiga); 6) Konsistensi penyalur kredit investasi atas DPK yang berhasil digalang sebelumnya; 7) Minimisasi informasi asimetris untuk menghindari kredit macet dan; 8) Mekanisme agunan. 

Referensi:

Sagir, Soeharsono dkk. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kencana.
Share:
Read More