Monday, February 8, 2016

Raja

Dalam kasus suku (bangsa) Yahudi kuno, komitmen untuk menaklukkan negeri kanaan, dan untuk membangun peradaban pertanian dan perniagaan, membawa konsekuensi-konsekuensi yang tak dapat dihindarkan terhadap organisasi politik. Sistem kesukuan penggembala dan pemburu jelas tidak bisa menangani konflik antara petani dan pedagang serta menjamin kelangsungan hidup mereka sebagai suatu kesatuan nasional yang tengah tumbuh. Ancaman militer dari bangsa palestina yang mereka benci tentu telah mendorong mereka untuk membentuk pengaturan-pengaturan yang baru. Sebenarnya, orang pertama yang berusaha menobatkan diri sebagai raja adalah orang-orang Yahudi kuno yang juga menjadi pemimpin militer yang berhasil (Gideon, Saul, dan David). Pada saat Salomon bertahta (965-925 sebelum masehi), kerangka kelembagaan Negara yang formal dikukuhkan dan diteguhkan. Peringkat birokrasi dan sejumlah pejabat diperbantukan kepada raja untuk mengumpulkan pajak, mengatur keuangan Negara, mengawasi pembangunan dan pemeliharaan pekerjaan umum, merekrut dan menyusun kekuatan militer, memelihara ketertiban, dan menyalurkan keadilan.
 
Pola pengembangan mula ini nampaknya agak berbeda dengan yang dilakukan oleh dunia peradaban kuno dan besar (dan juga yang tidak begitu besar). Ciri yang paling jelas dari status kenegaraan adalah monarki yang didukung oleh birokrasi kerajaan. Raja menjadi rekan pengimbang nasional dari kepala keluarga dan kepala suku, dan dewan kerajaan dibentuk sebagai pengganti para sesepuh suku. Dengan demikian asal-usul Negara ditandai oleh diperkenalkannya wewenang yang terpusat, peringkat yang diformalkan, spesialisasi pekerjaan dalam pelaksanaan tugas umum, dan komunikasi tertulis (sebagai pengganti komunikasi lisan).

Referensi:
Rodee, Carlton Clymer dkk. 2013. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Share:

0 comments:

Post a Comment